Setelah sebulan mengikuti pembekalan Baksos Gempur 2011 di PEMA Unsyiah. Tepatnya hari Senin, tanggal 31 Januari 2011. Paginya sekitar jam 9 pagi, Saya dan kawan-kawan berkumpul di aula Pema Unsyiah dalam rangka Upacara pelepasan kami menuju tempat pengabdian kami selama 10 hari di Nagan Raya. Pelepasan kami dilepas oleh orang nomor dua di Aceh, yaitu Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar dan juga dihadiri oleh Pembantu Rektor III. Acara pelepasan berlangsung sekitar 2 jam, setelah beberapa orang memberikan pengarahan kepada kami, kami pun dibubarkan dan disuruh kembali ke Pema sekitar jam 5 sore. Jam pun sudah memasuki jam 5 sore, kami semua sudah berada di Pema dengan membawa ransel besar untuk masing-masing perlengkapan kami selama 10 di sana. Dari sore jam 5 sampai jam 9 malam, kami masih juga dibekali dengan pengarahan-pengarahan
Jam 9 malam, kami mulai diberangkatkan dengan beberapa buah mobil L300. Selama dalam perjalanan, saya duduk di bangku paling depan dengan seorang koordinator mobil No.2.06 yaitu Tomi Japisa, dan dibelakang ada beberapa orang cewek. Mobil terus melaju melewati angin malam yang sepoi-sepoi, sampai di Lamno kami ngantri naik rakit selama 2 jam, saya dan kawan-kawan turun dari mobil dan duduk di tepi sungai di sebuah warung kopi yang berjejeran disana. Lampu sorotan rakit rakit sudah mulai kelihatan dari seberang sana. Kami mulai menghampiri rakit tersebut begitu rakit sampai di dermaga kecil . Seltelah melewati rakit, mobil mulai berjalan lagi pelan-pelan mengikuti arah jalan dalam kegelapan malam. Jam tangan saya sudah menunjukkan jam 01.00 pagi, rombongan mobil kami singgah untuk beristirahat di sebuah warung nasi di Patek, Aceh Jaya. Selama satu jam, kami mengahabiskan waktu di sana untuk makan dan minum kopi manghangatkan badan karena dingin oleh cuaca yang sangat dingin. Jam 2 pagi kami mulai berangkat lagi menelusuri angin malam. Jam 5.30 pagi sudah masuk waktu shalat subuh, dan kedengaran suara azan yang dikumandangkan di setiap mesjid yang kami lewati, kami shalat subuh di sebuah SPBU Nagan Raya, tidak jauh lagi sampai di Kota Nagan Raya. Setelah shalat subuh sambil menunggu rombongan mobil yang lain, kami berangkat lagi dan tiba di kantor Bupati Nagan Raya tepat jam 6.30 pagi, mobil yang saya tumpangi merupakan mobil pertama yang memasuki wilayah kantor Bupati.
Setiba kami di Kantor Bupati, tak seorang pun kami jumpai di sana, mungkin karena hari masih terlalu pagi. Sekitar beberapa menit kemudian keluarlah seorang satpam yang menjaga kantor tesebut. Kami diminta untuk masuk ke dalam kantor untuk beristirahat sebentar. Jam 7 pagi, kami disajikan sarapan pagi oleh pihak kantor bupati, setelah sarapan kami kedatangan seorang tamu yang kami tunggu-tunggu, beliau adalah Rektor kami Bapak Prof. Dr. Darni M. Daud, M.A. Kedatangan beliau beserta para rombongan merupakan penghargaan buat kami. Jam 8.30 pagi, upacara penyambutan kami di kantor Bupati Nagan mulai dimulai, acara pembukaan langsung dibuka oleh MC yang perankan oleh seorang staff di kantor bupati itu. Upacara terus berlangsung dengan schedule acara yang sudah dirancang sebelumnya. Jam 11 siang upacara penyambutan kami sudah selesai, dan kami mulai beristirahat lagi. Saya dan beberapa kawan saya beristirahat disebuah pondok di kantin kantor. Hujan pun mulai membasahi bumi, kami tidak bias kemana-mana, hanya di pondok itu kami duduk sambil ketawa bercerita satu sama lain. Jam tangan saya kembali menunjukkan jam 1 siang, perut kami sudah mulai keroncongan. Makan siang kami kembali disajikan oleh pihak kantor. Setelah makan siang dan menunaikan shalat zuhur, kami siap-siap berangkat. Jam 2 siang, mobil sudah datang menjemput kami, kami diberangkatkan ke beutong ateuh dengan mobil L300 pick-up.
Jam 2.30 kami mulai meninggalkan arena kantor bupati Nagan Raya. Kami menuju Beutong Ateuh dalam cuaca yang sangat mendung, langit sudah mulai menghitam, tapi mobil kami terus berjalan melewati arena persawahan yang sangat hijau. Saya bersama kawan-kawan duduk di belakang, begitu juga dengan rombongan cewek-cewek. Sekitar 5 KM kami meninggalkan kantor bupati, hujan pun mulai turun derasnya. Tapi mobil kami terus berjalan dalam hujan yang sangat lebat, kami yang duduk dibelakang sudah pada kedinginan dan baju yang kami kenakan sudah basah semua. Di perjalanan waktu mau mendaki gunung, salah satu mobil rombongan laki-laki dari kami, tiba-tiba mogok. Starternya sudah gak bisa hidup lagi. Mobil-mobil rombongan yang lain pada berhenti semua, termasuk mobil yang saya tumpangi. Saya dan beberapa kawan yang laki-laki ikut mendorong mobil itu, setelah beberapa kali dorong, mobil itu mau hidup lagi dan semua rombongan kami kembali berjalan seperti semula. Satu per satu mobil kami terus naik gunung yang sangat indah, yang dikelilingi oleh bukit-bukit kecil dan dibawahnya nampak beberapa buah atap rumah berjejeran.
Beberapa menit kemudian, kami beserta rombongan melewati jembatan Krueng Isep, salah satu objek wisata yang rame dikunjungi di seputaran Nagan Raya. Mobil terus melaju melewati jalan di atas gunung yang sangat curam, jalannya begitu tinggi dari kaki gunung. Hari sudah mulai sore kami masih berada di atas gunung dan hujan pun makin deras menyiram kami. Di tengah perkebunan kelapa sawet, kami melewati sebuah pos kompi Batalyon 113/Jaya sakti yang terletak di areal kebun kelapa sawet. Selama perjalanan, tak satu rumah penduduk pun kami jumpai, yang banyak hanyalah pohon-pohon besar dan kicauan burung yang sangat indah.
Setelah melewati pos Batalyon, mobil kami kembali menaiki gunung yang sangat tinggi, yaitu gunung Singgamata salah satu gunung yang paling tinggi di Aceh, rata-rata pengemudi mobil takut melewati gunung ini, hanya beberapa mobil saja yang berani dan itu pun hanya pengemudi yang aslinya dari Nagan Raya. Di tengah-tengah gunung, salah satu mobil kami kembali mogok, saya dan kawan-kawan yang lain terpaksa turun dari mobil dan berjalan kaki, kami tak tau akan sejauh mana kami berjalan kaki, pokoknya kami jalan terus mengikuti arah jalan di tengah hujan yang sangat lebat, kaki saya sudah mulai letih, begitu juga dengan kawan-kawan saya. Beberapa kawan cewek dari kami tidak sanggup berjalan lagi, ada 3 cewek yang hamper pingsan, karena kekurangan udara dan cuaca yang sangat dingin. Mereka bertiga terpaksa dinaikkan ke dalam mobil Daoble Cabin, disana mereka dipanaskan dengan AC yang dalam mobil. Saya dengan kawan-kawan yang lain terus berjalan. Lebih kurang 2 km kami berjalan sambil menaiki gunung, kami menemukan sebuah pondok (jamboe) di puncak gunung singgahmata. Kami beristirahat di pondok itu sambil menghidupkan api unggun untuk memanaskan badan untuk sementara, karena kami tidak sanggup lagi dengan cuaca yang sangat dingin, sehingga waktu kami berbicara sama kawan-kawan kami mengeluarkan asap dari mulut kami masing-masing. Dan saat itu kami serasa sedang berada di Eropa. Sekitar 30 menit kami beristirahat, dan mobil mogok tadi juga sudah hidup lagi,. Kami pun kembali menaiki mobil dan berjalan kembali melewati hutan yang sangat lebat.
Beutong Ateuh masih sangat jauh dari pondok tadi, kira-kira 15 KM lagi kami baru sampai di Beutong Ateuh. Mobil kami terus berjalan menuruni gunung, kira-kira sejam perjalanan dari pondok, dari bukit kami sudah mulai kelihatan sebuah perkampungan yang terletak di tengah-tengah hutan, yang dikelilingi oleh gunung-gunung yang sangat tinggi. Kami sudah melihat atap-atap rumah, kubah mesjid, jembatan gantung, dan aliran sungai beutong ateuh yang sangat besar.
Jam tangan saya sudah menunjukkan jam 6 sore, kami sudah sampai di Beutong Ateuh tepatnya di atas jembatan baja di atas aliran sungai Beutong Ateuh sambil menunggu mobil rombongan yang lain. Setelah semuanya sampai, kami mulai memasuki sebuah jalan kecil di sebelah kiri jembatan baja itu, yang diikuti oleh aliran sungai yang sangat indah dan cuaca yang sangat dingin. 1 KM dari jalan besar, kami beserta rombongan tiba di sebuah desa di Beutong Ateuh, yaitu desa Kuta Teungoh, kami turun dari mobil dengan baju yang basah di depan Pustu Kuta Teungoh. Kedatangan kami membuat semua warga Kuta Teungoh keluar rumah melihat kami. Rencana kami mau tinggal di Pustu itu, Karena kunci pintu gak tau sama siapa. Kami yang laki-laki terpaksa dipindahkan ke desa seberang, yaitu desa Babah Suak. Kami tinggal di sebuah mushalla yang sudah lama tidak dipake. Dan rombongan ceweknya tinggal di sebuah rumah warga di depan pustu tadi. Tempat tinggal kami berada pas di samping sungai Beutong Ateuh.
Malamnya kami langsung membersihkan mushalla itu setelah kami shalat magrib berjamaah. Sambil kami bersih-bersih datanglah seorang warga ke tempat kami untuk berbincang-bincang dengan kami, tidak lama kemudian kedatangan warga makin rame. Kami bercerita dengan warga dan saling berbagi informasi. Diantara kami ada yang tanya tentang kejadian pembantaian seorang Ulama Aceh Abu Bantaqiah, salah satu ulama yang sangat alim dan paling dihormati. Kami semua serius mendengar kisah pembantaian itu.
Jam shalat Isya sudah tiba, kami semua ambil wudhu dan shalat berjamaah. Warga yang tadi datang, minta pamit pulang. Kami langsung shalat dan salah seorang dari kami berdiri jadi imam. Siap shalat, kami dianterin nasi oleh beberapa orang cewek dari anggota kami. Kami makan bersama, ada yang makan satu piring berdua dan bertiga. Siap makan malam, kami beristirahat, setelah lelah dan kedinginan seharian selama dalam perjalanan. Jam 11 kami tidur pules berjejeran di dalam mushalla.
Ini merupakan hari pertama kami di Beutong Ateuh, pagi jam 5.30 kami bangun untuk shalat subuh berjamaah, siap shalat subuh satu dari kami berdiri di depan untuk memberikan Kultum (Kuliah Tujuh Menit). Setelah itu diantara kami ada yang masak air untuk membuat air teh dan ada juga yang jalan-jalan keliling kampung, termasuk saya jalan keliling kampung sambil menghirup udara pagi yang sangat segar. Di tempat kami tinggal ditutupi banyak kabut, penglihatan kami agak terganggu. Air sungai pun mengalir dengan derasnya dan berwarna kuning, karena baru saja kemaren dituruni hujan yang sangat lebat. Ramai dari warga yang mengunjungi kami di sini, kami menyajikan mereka dengan air teh panas. Kami saling berbagi cerita dan informasi, dan kami juga mendapatkan undangan dari warga untuk menghadiri acara Tolak Bala (Hari Rabu Abeh) di tepi sungai di lapangan bola.
Jam 8.00 pagi kami pergi sarapan di tempat cewek-cewek di desa seberang di Kuta Teungoh, jaraknya kira-kira 800 meter berjalan kaki. Siap makan sama-sama kami apel pagi di depan rumah tempat tinggal para cewek. Siap apel pagi kami langsung kerja sesuai dengan bidang masing-masing.
Saya di bagian Infrastruktur, hari pertama saya dan kawan-kawan dari infra membuat MCK (WC Umum) di irigasi belakang tempat kami tinggal. Tiba-tiba Jam tangan saya sudah menunjukkan jam 12.00 siang. Saya bersama kawan-kawan langsung menghadiri acara tolak bala yang di lapangan bola tadi di desa Babah Suak. Acara tolak bala di Beutong Ateuh masih memakai budaya zaman nenek moyang. Sampai disana, kami duduk bersama para masyarakat dan mengobrol ala kadar, di antara mereka banyak yang curhat sama kami tentang keluhan dan ketidak pedulian pemerintah kepada mereka. Hidup mereka sangatlah dibawah garis kemiskinan, disana mereka hidup tanpa lampu di siang hari, dan tanpa jaringan HP, sehingga mereka susah untuk mendapatkan berbagai informasi dari pusat kabupaten, apalagi jika informasi dari provinsi, sangat sulit mereka dapatkan. Di Acara tolak bala ini, mereka masak langsung di tepi sungai, siap masak mereka menaruhkan masakan di dalam daun pisang yang dibuat seperti perahu kecil. Mereka menghidangkannya kepada kami. Sebelum makan mereka berdoa dulu rame-rame. Siap berdoa mereka melepaskan rakit pohon pisang yang sudah dihidangkan sesajian makanan, buah-buahan dan ayam yang masih hidup di atasnya. Setelah itu mereka melepaskannya ke sungai. Siap itu kami baru memakan makanan yang sudah disajikan buat kami sejak dari tadi. Siap makan, kami langsung pamit minta izin untuk balek ke tempat penginapan kami.
Siap makan siang dan shalat zuhur berjamaah, kami kembali bekerja sesuai dengan bidang divisi masing-masing. Saya dan kawan-kawan dari divisi infrastruktur langsung mengambil cet yang kami bawakan dari Banda Aceh, kami langsung mengecet mushalla yang kami tempatkan itu dengan cet yang warna kuning, lagi mengecet mushalla tiba-tiba hujan turun dan aktivitas pengecetan kami yang di teras sedikit terganggu. Jam 6 sore kami berhenti mengecet, karena sudah waktunya istirahat dan menjelang waktu shalat maghrib. Pengecetan kami tinggalkan untuk sementara, besoknya kami akan melanjutkan lagi pengecetannya.
Waktu shalat maghrib sudah tiba, azanpun dikumandangkan oleh seorang kawan kami. Kami semua bergegas ambil wudhu untuk shalat berjamaah. Siap shalat maghrib kami menggunakan waktu sejenak untuk mendengarkan kultum dari seorang kawan kami, dan setelah itu dilanjutkan dengan bacaan surat suci Al-quran secara bersama-sama. Malamnya siap shalat Isya, kami pergi makan malam di tempat cewek-cewek di desa seberang, kami kembali berjalan kaki, diantara kami ada beberapa orang yang tinggal di penginapan untuk menjaga barang-barang kami. Siap makan, kami kembali pulang ke penginapan untuk beristirahat dan tidur.
Keesokan harinya kami kembali mengerjakan aktivitas masing-masing. Semua divisi sudah mulai bekerja. Dan diantara kami ada juga yang melanjutkan kegiatan kemaren yang belum siap. Kegiatan seperti ini berlangsung 10 hari selama kami mengabdi di Beutong Ateuh.
Hari demi hari, keakraban kami bersama masyarakat makin terjalin. Masyarakat di sana hari-hari mereka dihabiskan di kebun, rata-rata pekerjaan mereka bertani. Anak-anak di sana pun sangat akrab dengan kami. Tiap sore anak-anak di sana di ajarkan pengajian TPA sama divisi MS. Antusias merekapun sangat tinggi mengikuti pengajian TPA. Begitu juga dengan divisi Pendidikan yang tiap pagi mengajar di sekolah menggantikan guru-guru di sana. Anak-anak di sana juga begitu senang diajarkan sama anggota divisi pendidikan.
Pada hari ke 6 sampai ke hari 8, di sana listrik mati 24 jam. Selama 3 malam berturut-turut kami melakukan aktivitas dalam gelap, kadang-kadang hanya diterangi sama pelita kecil (panyot) yang dikasih sama warga yang tinggal di samping penginapan kami. Di malam ke 8 siap shalat isya, beberapa dari kami termasuk saya sendiri melakukan latihan Likok Pulo untuk persembahan dari kami di acara penutupan terus perpisahan sama warga di malam terakhir. Kami latihan hanya 2 malam. Alhamdulillah, dimalam terakhir kami tampil dengan agak sempurna. Di acara perpisahan kami dengan warga, juga dihadiri oleh Presiden PEMA Unsyiah, bapak Keucik, Tuha Peuet dan perangkat gampong desa Babah Suak dan desa Kuta Teungoh, dan juga di hadiri oleh Ketua Bidang HUMAS dari kantor Bupati Nagan Raya. Dalam acara perpisahan tersebut juga ada pembagian hadiah buat anak-anak yang memenangkan lomba yang diadakan oleh peserta Gempur.
Di hari terakhir kami di sana, kami masih juga pergi sarapan di tempat tinggal cewek-ceweknya. Siap sarapan kami kembali apel pagi sambil mendengarkan pengarahan dari pak kortik kami. Setelah itu kami kembali lagi ke penginapan kami untuk berkemas-kemas berangkat pulang. Tiba-tiba kami mendengarkan pengumuman dari pak kortik, bahwa jam pulang ditunda sampai jam 2 siap makan siang. Sambil menunggu jam 2 siang, diantara kami ada yang pergi keliling kampung, ada juga yang berkunjung ke pondok pasantren Abu Bantaqiah yang terletak di desa seberang.
Jam sudah menunjukkan jam 2 siang, kami semua sudah siap makan dan shalat zuhur berjamaah. Kami semua sudah siap dengan tas ransel besar kami dipundak masing-masing. Kami meninggalkan mushalla yang kami tinggal dengan tetesan air mata, sebelumnya mushalla itu belum ada nama, kami sempat memberikan nama mushalla Babah Suak menjadi Mushalla Nurul ‘Ilmi. Begitu juga dengan mushalla di desa Kuta Teungoh kami buat nama menjadi mushalla Misbahul Jannah.
Kami semua berjalan kaki menuju tempat tinggal cewek-cewek, mobil untuk pulang menunggu kami di sana. Di sepanjang jalan, kami pamit dengan warga dengan cara door to door, ramai diantara warga yang meneteskan air mata saat berpisah dengan kami. Jam setengah 3 sore, kami semua sudah berada dalam mobil, kami naek mobil truk kuning untuk pulang ke Kantor Bupati Nagan Raya. Waktu mobil mau berangkat, kami semua melambaikan tangan ke warga dengan hati yang sedih di campur dengan rasa gembira karena mau balek ke Banda Aceh.
Jam 6 sore kami kembali tiba di kantor bupati Nagan Raya, setelah 3 jam berada di dalam perjalanan yang dilewati dengan bukit-bukit yang sangat tinggi. Kami semua beristirahat di Kantor Bupati sambil mengikuti acara perpisahan kami dengan pihak kantor bupati oleh Wakil Bupati Nagan Raya. Tiba-tiba sambil beristirahat, kami mendengarkan suara azan maghrib dari mushalla. Kami langsung bergegas untuk shalat maghrib berjamaah. Siap shalat kami disajikan makan malam di Kantor Bupati. Jam 9 malam kami berangkat menuju ke Banda Aceh dengan hati yang sangat gembira. Selama di perjalanan, kami berharap bisa cepat-cepat sampai ke Banda Aceh. Jam 5 subuh, kami sampai di Kota Banda Aceh. Alhamdulillah semua dari kami relawan gempur 2011 selamat sampai tujuan. Semoga Amal Baik diterima oleh Allah SWT.
Beutong Ateuh
Engkau tak kan terlupakan bagi kami.
Walaupun cuma 10 hari kami di sana
Menemani hari-hari mu.
Banyak pelajaran yang kami dapatkan darimu.
Semoga semua perubahan yang kami berikan,
Bisa bermanfaat bagimu dan penurusmu.
Ditulis oleh
Henni Darmawijaya
Mahasiswa FKIP Bahasa Inggris 2008
Universitas Syiah Kuala
Email : hennidarmawijaya@yahoo.com
darma.22111@gmail.com
ini sebagian dari foto-foto kami di sana..
![]() |
Team Infrastruktur baru siap memasang papan nama selamat datang |
![]() |
Relawan Gempur PEMA 2011 |
![]() |
Lokasi tempat kami Baksos |
![]() | |||
Apel pagi sebelum bekerja |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar